Presiden Perancis Emmanuel Macron teramat berduka atas kematian Sersan Yvonne Huynh dan Brigadir Loic Risser di wilayah Menaka, ungkap kantornya dalam sebuah pernyataan.
Huynh (33), adalah tentara wanita pertama yang dikirim ke wilayah Sahel sejak operasi Perancis dimulai.
Sementara Risser (24), keduanya adalah anggota resimen yang berspesialisasi dalam bidang pekerjaan intelijen.
Menurut tentara, kematian terbaru membuat jumlah tentara Perancis tewas di Mali menjadi 50 sejak Perancis pertama kali melakukan intervensi militer pada Januari 2013 untuk membantu mengusir para ekstremis yang telah menguasai bagian-bagian negara Afrika barat itu.
Pasukan Barkhane Perancis berjumlah 5.100 tentara yang tersebar di seluruh wilayah Sahel yang gersang dan telah memerangi kelompok-kelompok ekstremis bersama tentara dari Mauritania, Chad, Mali, Burkina Faso dan Niger, yang bersama-sama membentuk kelompok G5 Sahel.
"Kendaraan mereka menabrak alat peledak rakitan selama misi intelijen," demikian keterangan kantor kepresidenan Perancis tentang insiden hari Sabtu itu.
Tentara lain terluka dalam ledakan itu tetapi nyawa mereka tidak dalam bahaya, tambah keterangan tersebut.
Macron menegaskan tekad Perancis untuk melanjutkan perannya dalam "perang melawan terorisme".
Al-Qaeda yang terkait dengan Kelompok Pendukung Islam dan Muslim (GSIM) telah mengeklaim bertanggung jawab atas serangan sebelumnya yang menewaskan tiga tentara Perancis di pusat negara bagian Sahel yang miskin dengan insiden serupa.
Kelompok itu, aliansi utama ekstremis di Sahel, menyampaikan alasan di balik serangan mereka di antaranya; karena kehadiran militer Perancis di wilayah tersebut, karena kasus kartun Nabi Muhammad yang diterbitkan oleh sebuah surat kabar Perancis dan pembelaan Macron atas mereka di bawah payung "kebebasan berekspresi".pas