Lahan tersebut saat ini sedang bersengketa di Pengadilan Negeri (PN) setempat dengan Nomor Perkara 03/PDT.G/2020/PN.Sumenep.
Kabag Hukum Pemkab Sumenep, Hisbul Wathan mengaku pihaknya mendapat panggilan pertama dalam kasus tersebut pada 6 Februari 2020. Dalan kasus ini yang menjadi tergugat adalah Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sumenep.
"Penggugatnya adalah Bapak R. Soehartono," ungkap Hisbul Wathan, Rabu (17/2/2021) kemarin kepada wartawan.
Dalam perkembangannya, Soehartono bukan lagi menggugat R. Mohamad Zis, melainkan menggugat Pemkab Sumenep, lantaran terjadi peralihan hak dari Zis ke pemkab, karena Pemkab Sumenep membebaskan lahan itu dari Zis. Sehingga lahan tersebut menjadi milik Pemkab Sumenep.
Namun demikian, kepentingan hukum acara perdata, nama Zis tetap ada, sehingga muncul istilah tergugat intervensi.
“Dalam perkembangannya, ada istilah tergugat intervensi namanya. Karena sebenarnya, ini sengketa antara pak Hartono (Suhartono, red) dengan Pak Zis (RB Mohammad Zis, red). Jadi, hubungan hukumnya itu dengan Pak Zis. Kemudian di tengah perjalanan ada yang mempersoalkan, yaitu bapak Hartono,” terang Wathan.
Untuk proses sidang sengketanya di Pengadilan Negeri (PN) Sumenep, sudah berjalan. Sidang lanjutannya telah dijadwalkan pada Kamis 18 Februari 2021 dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dari pihak penggugat.
“Sidang ini, kesaksian penggugat kemudian setelah itu pembuktian selesai baru kesimpulan. Ketika itu selesai baru putusan. Kalau dari persidangan, presentasi titik tekannya kan di pembuktian. Pembuktian ini, surat (tanah,red) sudah sesuai,” paparnya.
Wathan menjelaskan, berkenaan dengan sengekta lahan sebelum dibebaskan Pemkab Sumenep melalui Disperindag Sumenep, Pemkab tidak tahu kalau tanah tersebut dalam sengketa. Sengketa kepemilikan tanah terjdi di tahun 2014 hingga 2015 antara Zis dan Hartono.
"Kalau soal sengketanya kami tidak mengetahui. Karena kami bukan para pihak yang bersengketa. Namun yang jelas, berdasarkan mekanisme pengadaan oleh Disperindag, hubungan hukum kaitannya. Pak Zis ke dinas terkait sudah melalui proses administrasi kepemilikan yang sah,” ujarnya.
Pasalnya, hal itu berdasarkan atas bukti kepemilikan tanah dari pihak Zis. Berkenaan dengan siapa yang menang di pengadilan, pihaknya tetap menunggu putusan pengadilan.
Bukti itu juga berdasarkan beberapa persil, yakni Persil 34. Yang perlu dipahami, lanjut Wathan, ada kemiripan antara Persil 34 dengan 33.
“Persil 34 itu yang pasar, Persil 33 itu tanah yang di timurnya. Dan yang ditempati SKB itu adalah Persil 32. Dasar pak Zis itu memperoleh haknya secara mendapatkan hibah. Kemudian yang Pak Hartono itu jual beli,” ucapnya.
Dikatakan, ada putusan pengadilan untuk yang Persil 32 yang dimenangkan oleh pihak Zis. Dalam artian, kata Wathan, yang menjadi bukti kepemilikan yang sah adalah yang hibah.
"Bukan akte jual beli yang Hartono, tapi di lain persil. Dan ini masih dalam satu wilayah (tempat,red),” katanya.
Rupanya, yang tanah disengketakan awalnya adalah persil 32 yang bangunan gedung SKB. Namun sengketa itu sudah selesai dan dimenangkan oleh Zis. Sedangkan yang disengketakan saat ini Persil yang 34, yakni yang rencananya dibangun Pasar Batuan dan masih dalam proses sidang di PN Sumenep.
“Soal status kepemilikan tanah oleh pak Hartono itu sebenarnya membeli ke pak Agus. Saat ini, pak Agus sudah kami jadikan saksi di PN Sumenep. Ia menjelaskan bahwa tidak pernah menjual tanah tersebut ke pak Hartono,” ujarnya.
Wathan berprinsip tidak akan berandai-andai kalah. Untuk itu, pihaknya fokus pada pemenangan perkara. “Kami optimis menang. Kalah pun, ini kan ada beberapa tingkatan, upaya hukum banding, kasasi, bahkan PK. Intinya, sampai titik darah penghabisan,” tandasnya. (haz)