4,5 miliar, dituntut pidana selama 2 tahun penjara. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sabetania R. Paembonan menyatakan Devi terbukti melanggar pasal Pasal 378 KUHP tentang penipuan.
“Memohon, kepada majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini, menjatuhkan pidana penjara selama 2 tahun kepada terdakwa Devi Chrisnawati,”ucap Jaksa asal Kejati Jatim itu saat membacakan surat tuntutannya di Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis (26/11/2020).
Adapun dalam pertimbang dalam tuntutanya, terdakwa Devi sudah tidak bisa melunasi utangnya hingga batas waktu yang ditentukan. Cek yang dijaminkan kepada korban Parlindungan tidak bisa dicairkan karena tidak ada dana di dalamnya.
“Apabila cek tidak bisa dicairkan maka sudah termasuk tindak pidana penipuan,"kata Sabetania.
Sedangkan pertimbangan yang meringankan, terdakwa sudah ada perdamaian dengan Parlindungan dan Novian. Dan juga ada pengembalian uang senilai evi. Rp 1,1 miliar. “Sementara itu, pertimbangan yang memberatkan karena perbuatan terdakwa sudah merugikan orang lain,”katanya.
Dalam dakwaan dibeberkan, Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Timur menangkap seorang notaris Devi Chrisnawati karena melakukan penipuan dengan Total kerugian sekitar Rp 65 miliar.
Terdakwa notaris Devi Chrisnawati, warga Jalan Darmo Permai Selatan Gang X/47, Dukuh Pakis, Surabaya, ditahan lantaran melakukan tindak pidana penipuan dan penggelapan.
Terungkapnya kasus tipu gelap berawal dari laporan salah satu korbannya, Parlindingan dan Novian Herbowo asal Kota Surabaya karena merasa ditipu.
Sebab, terdakwa meminjam dana ke korban senilai Rp 4,3 miliar untuk offering letter (OL) atau dana pinjaman talangan) perihal persetujuan kredit kepemilikan rumah. Padahal, Offering Letter tersebut fiktif setelah dikroscek di bank.
Terdakwa notaris Devi Chrisnawati menawarkan offering letter (pinjaman dana talangan) Bank CIMB Niaga. Kemudian korban tergiur dijanjikan keuntungan 3,5 persen sampai 5 persen. Misalnya Rp 5 miliar, korban dapat Rp 250 juta.
Terdakwa lantas memberikan jaminan cek bank ke korban. Cek tersebut, sesuai keterangan terdakwa, bisa dicairkan bila sampai jangka waktu yang ditentukan uang belum dikembalikan. Namun saat dicairkan korban, cek tersebut ternyata tidak ada dananya. Setelah jatuh tempo, uang tidak dikembalikan dan saat dicairkan cek dananya tidak mencukupi.
Dari penyelidikan polisi, hingga Juli 2020 sudah ada 15 laporan polisi dengan tersangka yang sama. Nilai kerugian mencapai Rp 65 miliar.
Modus offering letter, paling banyak dipakai terdakwa untuk mengelabui korbannya. Terdakwa juga menggunakan modus menawarkan diri turut menjualkan rumah dengan harga fantastis seperti sekitar Rp 3 miliar.
Setelah sertifikat diserahkan pemilik ke tersangka, sertifikat tersebut diagunkan ke bank. Setelah cair dananya tidak diberikan ke korban. Namun, digunakan terdakwa untuk yang lain.
Dari hasil pemeriksaan polisi terungkap, rata-rata korban tergiur karena profesi terdakwa.ys