Menurutnya banyak negara-negara lain menggunakan Fosfat sebagai bahan pertambangan yang bernilai.
Namun begitu, kata dia kepentingan industrial haruslah berjalan sinergis dengan kepentingan lainnya yang juga bersifat primer dan jangka panjang terutama menyangkut keberlangsungan hidup halayak publik.
"Pertambangan fosfat yg tidak memperhatikan aspek dampak lingkungan tentulah akan berdampak negatif pada lingkungan, salah satunya terhadap kesuburan tanah lahan pertanian," kata Irwan, Senin (18/1/2021).
Sebab itu, politisi muda PKB ini meminta Pemkab Sumenep untuk memperhatikan aspek lingkungan dalam rencana revisi RTRW. Dia juga berharap tidak ada dampak lingkungan yang ditimbulkan dari pertambangan fosfat itu.
"Jadi harus ada kajian dampak lingkungan dan uji materi dulu," ungkapnya.
Irwan mengaku hingga kini pihaknya belum menerima draft Perda RTRW, sehingga belum dilakukan pembahasan.
"Informasinya baru dimintakan persetujuan khusus pada Menteri PUPR. Andaikata sudah selesai dan draft sudah di DPRD, maka fraksi PKB tentu akan menggunakan kesempatan tersebut untuk mengkajinya secara holistik dengan mempertimbangkan semua aspek. Terutama aspek kelestarian lingkungan jangka panjang," tandasnya.
Sebelumnya, Kepala Bappeda Sumenep, Yayak Nurwahyudi menyampaikan, Sumenep merupakan daerah yang kaya fosfat. Dari 27 kecamatan yang ada, fosfat menghampar di 15 kecamatan.
“Kita sebenarnya kaya. Kita hampir ditutupi fosfat. Memang tidak semua kecamatan, tapi sekitar 15 kecamatan,” katanya.
Menurut Yayak, 15 kecamatan yang dimaksud tersebar di wilayah daratan dan kepulauan. Namun, dia tidak menyebut nama-nama kecamatan tersebut.
Namun demikian, di Sumenep terdapat delapan kecamatan yang menjadi kawasan pertambangan fosfat. Di antaranya, Kecamatan Batuputih, Ganding, Manding, Guluk-guluk, Gapura, Bluto dan Arjasa.
Hal itu terdapat dalam Pasal 40 Perda Nomor 12 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumenep Tahun 2013-2033.haz