"Sebenarnya pengurangan ini tidak sesuai dengan kondisi di masyarakat, seharusnya untuk pengurangan ini yang berhak (memutuskan) Desa tapi karena yang menghapus langsung dari pusat kita tidak bisa apa-apa," ujar Imron selaku Pendamping TKSK Kecamatan Jenu.
Lebih lanjut saat ditemui Realita.co, Imron juga menyampaikan penerima BPNT di Kecamatan Jenu ini awalnya sekitar 3.900 KPM dan ada pemutusan sekitar 623 KPM. Dirinya juga menjelaskan apa bila ada KPM yang masih layak menerima BPNT dan diputus oleh pemerintah pusat, masih bisa diusulkan lewat SIKS NG di desa masing-masing.
Selain itu dia juga menerangkan data yang diputus oleh sistem ini disebabkan oleh ganda identik, ganda keluarga, KKS tidak terdistribusi, non aktif finalisasi DTKS, non aktif pengelolaan feedback BPJS, non aktif pengelolaan BST, non aktif pengelolaan feedback Dukcapil, PKH graduasi dan tidak transaksi flat.
"Harusnya pemerintah pusat mengakomodir pemerintah desa, karena yang tau layak atau tidaknya kondisi dimasyarakat itu desa yang tau" ungkap pemuda yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Karang Taruna Kecamatan Jenu tersebut.
Sementara itu salah satu KPM, Karsiah (61), Desa Beji Kecamatan Jenu mengaku keberatan kalau bantuan untuk dirinya diputus. Karena BPNT itu salah satu harapannya untuk bertahan hidup. Dia juga menjelaskan selama dua tahun ini suaminya sakit stroke sehingga tidak ada lagi yang mencarikan nafkah.
"Dulu saya jualan jajan, tapi setelah suami sakit stroke saya berhenti karena harus merawatnya" tutur ibu Karsiah sambil meneteskan air mata.
Di tempat terpisah, Plt Kepala Dinsos Tuban Joko Sarwono saat dikonfirmasi menerangkan, untuk BPNT 2021 berangkat dari 2020 yang terkait jumlahnya BNBA penerima BPNT itu 100.007 ribu lebih. Kemudian datang surat dari kemensos untuk tahun ini, dilakukan penghapusan kurang lebih 17.000 ribu.
"Data yang ada itu akan kita beritahukan kepada pemerintah desa bahwa 17.000 KPM ini sudah dihapus oleh Kemensos. Setelah ini desa harus memverifikasi lagi," pungkasnya.su