Dewan Pendidikan Jawa Timur memprediksi ada sekitar 30 persen lebih pengangguran dari lulusan siswa SMK.
Catatan ini lebih besar dari data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS). Data per-Agustus 2018, di Jatim ada sekitar 8,8 persen lulusan SMK menjadi penyumbang pengangguran, sedangkan lulusan SMA menyumbangkan sekitar 6,3 persen. “Saya perkirakan lebih dari 30 persen pengangguran dari lulusan SMK,” kata Sekretaris Dewan Pendidikan Jawa Timur, Nuryanto.
Nuryanto menuturkan, perkiraan 30 persen pengangguran SMK ini diambil dari banyaknya lulusan SMK yang tidak memiliki skil atau ketrampilan, sebesar 40 persen. Tidak adanya ketrampilan lulusan SMK ini terjadi lantaran banyaknya SMK yang berdiri, tetapi mereka tidak mengetahui kompetensi yang sesuai.
Hal ini dipengaruhi dengan keberadaan UU Otonomi daerah, dimana daerah memiliki hak penuh untuk mengelola daerahnya sendiri, termasuk mendirikan SMK. Namun, dalam pendirian sekolah kejuruan ini, mereka tidak memiliki riset yang tepat dan kebutuhan SMK di daerah masing-masing.
“Di Sampang itukan ada jurusan Pariwisata. Inikan kurang tepat, terus lulusannya mau kemana,” ujarnya.
Bahkan ada SMK daerah yang mendirikan jurusan IT, misalnya di SMK Poncokusumo Pujon. SMK tersebut kan tidak begitu dibutuhkan di daerah sana, tetapi SMK ini justru berdiri. Padahal, perkembangan IT sangat cepat, belum tentu lulusan SMK Ponjo materi IT-nya sama dengan SMK di Surabaya.
“Kan tidak cocok lulusan SMK Ponco dibawa ke Surabaya. Kota Surabaya IT nya lebih maju dibandingkan Ponco,” tegas Mantan Kabid SD Dindik Jawa Timur ini.arif